Bisa membaca Al Qur’an merupakan keinginan semua orang. Tak terkecuali bagi Anisa dan kawan-kawannya. Terlahir sebagai tunanetra tidak menjadi penghalang bagi Anisa dan teman-temannya untuk belajar dan membaca Iqra’.
Anisa Qurata’ayun adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Salah satu penyandang tunanetra di desa Kahuripan, Grobogan. Bapaknya bekerja sebagai tukang servis TV sedangkan ibunya berjualan kerupuk yang hasilnya hanya cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Setiap harinya, Anisa berangkat dan pulang sekolah diantar jemput oleh ibunya dengan menggunakan sepeda kayuh sembari berjualan kerupuk yang jaraknya sekitar 1 km dari rumah. Dikarenakan orangtua Anisa belum bisa membaca Al-Qur’an, selama ini Anisa hanya bisa menghafal surat-surat pendek dari mendengarkan mp3 saja. Walaupun kondisi yang serba sulit, Anisa masih memiliki semangat yang tinggi untuk belajar Al-Qur’an, seperti anak-anak yang lainnya.
Sama seperti anak-anak dengan penglihatan normal, dalam belajar membaca Al Qur’an biasanya diawali dengan belajar Iqra’ terlebih dahulu. Begitupun untuk tunanetra, ada Iqra’ braille untuk belajar. Sayangnya jumlah Iqra’ braille ini masih sangat terbatas jumlahnya.
Tidak seperti Iqra' biasa, Iqra' braille memiliki ukuran yang lebih besar, lebih tebal dan harganya jauh lebih mahal. Karena itu, pengadaan Iqra' braille untuk belajar menjadi salah satu permasalahan besar di wilayah Grobogan dan wilayah lain di Indonesia yang terdapat penyandang tunanetra.
Dalam Hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah SAW bersabda : “Bahwa diantara amal yang pahalanya tetap mengalir adalah mewariskan mushaf Al Qur’an dan sedekah hartanya yang dia keluarkan ketika masih sehat dan kuat.”
Oleh karena itu, mari bantu para penyandang tunanetra belajar membaca Al-Qur’an dengan ikut berwakaf 1.000 iqra' braille. Wakaf yang Anda tunaikan berarti besar bagi anak-anak dan saudara kita untuk mengenal lafadz-lafadz cinta dari Allah.