“Abah udah gak tahu lagi harus gimana biar dagangan ini laku, Jang… Abah udah coba pindah jualan ke tempat ramai, tapi tetap gak ada yang beli. Kadang anak-anak juga keliatan takut lihat tangan Abah yang begini…” ujarnya pelan, menahan sedih.

Abah Izab menderita ambeien. Karena tak punya biaya berobat, Abah hanya bisa mengikatnya dengan kain seadanya. Pernah suatu kali, darah keluar begitu banyak hingga memenuhi tiga baskom.

Untuk makan saja, Abah harus berjuang mati-matian.

Di era digital seperti sekarang, banyak anak-anak yang tak lagi melirik mainan tradisional. Mereka lebih tertarik dengan permainan digital atau mainan modern yang ramai diiklankan di media sosial.

Abah merasakan betul perubahan ini. Mainan yang dijualnya kini jarang sekali dibeli anak-anak, meskipun sudah ia jual dengan harga yang sangat murah. Abah bahkan sudah mencoba berjualan di tempat-tempat ramai yang banyak anak kecilnya, tapi tetap saja sedikit sekali yang tertarik.

Karena dagangannya tak laku, penghasilan Abah pun hampir tak ada. Bahkan sering kali dalam sehari ia pulang tanpa membawa uang sama sekali. Saat itulah, Abah hanya bisa mencoba menukar mainan dagangannya dengan makanan. Namun, tak banyak pedagang yang mau menerima karena harga mainan Abah terlalu kecil jika dibandingkan harga makanan yang dijual.

Abah Izab hidup bersama istrinya dalam keadaan yang sangat memprihatinkan. Sejak lahir, Abah memiliki kelainan di kedua tangannya yang tak bisa diluruskan, dengan jari-jari yang bentuk dan ukurannya berbeda. Dokter pernah menyarankan operasi, tapi sampai sekarang belum terlaksana karena Abah tak punya BPJS dan tak sanggup membayar biayanya.

Selain itu, Abah juga menderita ambeien parah. Selama ini, ia hanya bisa menahannya dengan mengikat kain bekas. Pernah suatu hari talinya lepas, hingga Abah mengalami pendarahan hebat yang mengisi tiga baskom penuh, bahkan ia sempat pingsan saat berjualan.

Istrinya pun sering sakit darah tinggi. Jika kambuh, biasanya hanya diobati di puskesmas atau membeli obat warung seadanya. Abah merasa bersalah karena tak mampu membiayai pengobatan yang lebih layak untuk istrinya.

Mereka tinggal di rumah yang hampir roboh, dengan atap bocor dan listrik yang jarang menyala karena Abah tak mampu membayar tagihan 25 ribu rupiah per bulan.

#TemanKebaikan walaupun Abah menghadapi cobaan hidup yang begitu berat, Abah tetap tidak menyerah dan enggan untuk mengemis. Semua usaha yang ia lakukan didorong oleh harapan untuk dapat menikmati hidup di masa tuanya dengan kesehatan yang baik.