Hidup Bu Lina Marlina seolah runtuh satu per satu. Setelah bertahun-tahun bekerja keras di pabrik, tubuhnya mulai melemah karena tumor di wajah yang makin membesar. Kini, setiap kali melihat pantulan wajahnya di cermin, air matanya jatuh tanpa bisa ditahan. “Dulu ibu masih bisa kerja, sekarang jalan aja susah,” katanya pelan. Sejak suaminya menikah lagi dan memilih tinggal bersama istri barunya, Bu Lina hanya tinggal berdua dengan anak bungsunya, Yusuf, yang masih duduk di bangku kelas 3 SD.

Rumah yang dulu jadi tempat penuh kenangan kini hanya tinggal cerita. Demi berobat, Bu Lina rela menjual satu-satunya harta yang ia miliki. “Waktu itu ibu bingung, gak punya siapa-siapa buat dimintain tolong,” ucapnya lirih. Untung ada orang baik yang mempersilakan Bu Lina dan Yusuf menumpang di rumah kosong miliknya. Meski begitu, setiap kali melihat Yusuf tertidur di lantai karena kamar sempit, hati Bu Lina selalu sesak.

Biaya berobat menjadi beban terberat. Setiap minggu, ia harus ke rumah sakit dengan ongkos setidaknya lima ratus ribu rupiah. Seringkali Bu Lina menunda kontrol karena tak punya uang. Kadang ia meminjam ke saudara, kadang berharap ada yang kasihan memberinya sedikit rezeki. Dulu, kalau sedang kuat, ia mencuci baju tetangga untuk tambahan uang makan. Kini, tubuhnya tak lagi sanggup berdiri lama.

Sudah tiga tahun penyakit itu bersarang. Awalnya hanya pusing dan bengkak di mata, tapi dokter kemudian memberi kabar yang membuat dunia Bu Lina seolah berhenti berputar. Ia mengidap kanker tiroid di dalam otak. “Benjolannya mendorong bola mata, makanya wajah ibu berubah begini,” tutur Bu Lina sambil menunduk. Kini di lehernya pun muncul benjolan baru. Saat rasa sakit menyerang, kepalanya seolah dipaku dari dalam, membuatnya tak bisa bergerak dan hanya bisa terbaring.

Di tengah penderitaan itu, Yusuf-lah satu-satunya penguat. Bocah kecil itu tak pernah lelah membantu. Ia sering memijat kepala ibunya atau mengompres ketika demam datang. “Aku pengen sembuhin ibu, nanti aku nabung biar bisa beli obat,” kata Yusuf polos. Meski masih kecil, hatinya sudah sebesar dunia. Melihat senyum Yusuf, Bu Lina kembali menemukan alasan untuk bertahan.

Namun di balik semangat itu, ada ketakutan yang tak pernah hilang. Bu Lina sering memandangi wajah anaknya sambil berbisik dalam hati, “Kalau ibu gak ada, siapa yang jaga kamu, Nak?” Ia tahu waktu tak selalu berpihak, tapi harapan untuk sembuh masih menyala. Ia ingin melihat Yusuf tumbuh dewasa, lulus sekolah, dan hidup tanpa takut kehilangan.

Bu Lina sudah berjuang sejauh ini demi bertahan dan membesarkan Yusuf seorang diri. Tapi tanpa bantuan kita, langkahnya bisa terhenti di sini. Mari hadir sebagai penguat untuk ibu tangguh ini.

Hari ini, Bu Lina butuh kita, agar perjuangannya tak berhenti di tengah jalan. Sedikit uluran tangan bisa jadi alasan seorang ibu untuk terus berjuang demi anaknya.

💛 Ulurkan tanganmu hari ini, bantu Bu Lina melanjutkan pengobatan dan mewujudkan harapan kecil Yusuf agar ibunya sembuh.

Klik Donasi Sekarang, karena setiap rupiah yang kamu berikan berarti harapan baru bagi hidup mereka.

Halo #TemanKebaikan ! 

Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)

https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news

Mengapa Sajiwa Foundation?

1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material

2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.

3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.

4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.

5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.

 https://sajiwafoundation.org/

Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281

02220504715

Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)

085174166464