
Tolong Anak Guru Honorer Lawan 3 Penyakit Langka
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Orang mungkin tak akan percaya seberapa besar perjuangan Aufan kalau tak melihat langsung. Sejak lahir, bocah 8 tahun ini bertahan melawan tiga penyakit langka: penumpukan cairan di kepala, kelainan bentuk wajah dan tengkorak, serta gangguan tulang belakang yang membuat punggungnya berlubang. Hingga kini, ia masih harus memakai popok karena tubuhnya tak mampu merasakan atau mengendalikan buang air.
Saat dilahirkan, Aufan belum bisa langsung berada di pelukan ibunya. Selama tiga hari tiga malam setelah operasi caesar, Bu Dian hanya bisa menahan rindu dan cemas menunggu waktu diperbolehkan melihat anaknya. Ketika akhirnya ia bisa melihat buah hatinya untuk pertama kali, hatinya hancur. “Saya kaget, ternyata kondisi Aufan berbeda dari bayi lain. Bukan bayi sehat seperti yang saya bayangkan,” ucap Bu Dian pelan, mengenang momen itu.
Begitu keluar dari ruang bersalin, perasaan Bu Dian campur aduk antara lega dan takut. Tapi rasa lega itu langsung hilang ketika ia akhirnya melihat buah hatinya. Kepala Aufan tampak lebih besar dari ukuran normal, bola matanya menatap ke atas dengan posisi agak menonjol, dan di punggung bawahnya tampak lubang kecil akibat tulang belakang yang terbuka. “Waktu itu saya langsung lemas, cuma bisa nangis,” kata Bu Dian pelan. “Saya cuma bisa bilang dalam hati, Ya Allah, kok anak saya harus lahir dengan kondisi seperti ini.”
Sebenarnya, sejak lahir Aufan seharusnya dirawat di rumah sakit besar dengan peralatan lengkap dan pengawasan dokter setiap waktu. Namun kenyataannya tak seindah itu. Karena tak sanggup menanggung biaya, keluarga terpaksa membawa pulang Aufan lebih cepat dari yang seharusnya. Ayahnya, Pak Baehaki, hanya bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu, sementara ibunya menjadi guru honorer di sekolah pelosok dengan gaji yang sering kali tak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan harian.
Kondisi Aufan yang makin parah membuat Bu Dian tak punya pilihan selain membawa anaknya ke RSCM dengan uang seadanya. “Begitu dokter lihat, beliau cuma bilang, Bu, seharusnya anak ini dirawat sejak lahir,” kenang Bu Dian dengan suara bergetar. Ia hanya bisa menangis, mengingat dulu mereka terpaksa pulang dari rumah sakit karena tak sanggup membayar biaya perawatan. Dari situlah perjuangan panjang dimulai. Dua kali operasi besar sudah dijalani Aufan, mulai dari pemasangan selang di kepala hingga pemindahan batok kepala di usia tiga tahun.
Meski begitu, kondisi Aufan belum banyak berubah. Ia masih sering sesak napas, merasakan nyeri di mata, dan sakit kepala yang datang hampir setiap hari. Berat badannya pun baru 16 kilogram di usia delapan tahun. Untuk kontrol, Bu Dian harus naik ojek menembus hutan karena tak ada angkutan umum, dan setiap perjalanan bisa menghabiskan dua ratus ribu rupiah. Kadang, ia sampai meminjam uang ke tetangga demi bisa berangkat. “Pernah saya tidur di pos satpam rumah sakit, karena nggak punya uang buat sewa kos,” ujarnya lirih.
Selain harus berjuang melawan penyakitnya, Aufan juga kerap menerima perlakuan menyakitkan dari orang sekitar. Ada yang mengejek, bahkan meludah sambil berkata kasar hanya karena fisiknya berbeda. “Anak guru kok cacat,” kata mereka tanpa pikir panjang. Hati Bu Dian hancur tiap kali mendengar anaknya dihina di depan mata.
Namun di tengah semua luka itu, Bu Dian tetap tegar. Saat dokter berkata Aufan tak akan bisa berjalan atau berbicara, ia menolak menyerah. Setiap hari ia sendiri yang melatih Aufan berdiri, mengajaknya bicara, sambil berdoa tanpa lelah. Hingga akhirnya keajaiban datang, di usia empat tahun, Aufan bisa berbicara dan berjalan sendiri.
Kini yang paling ditakutkan Bu Dian hanya satu, siapa yang akan menjaga Aufan kalau dirinya sudah tiada. Kak, bantu Bu Dian terus berjuang agar Aufan bisa tetap berobat, belajar, dan hidup tanpa rasa sakit. Sekecil apa pun dukungan kakak, berarti besar bagi mereka.
Halo #TemanKebaikan !
Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)
https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news
Mengapa Sajiwa Foundation?
1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material
2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.
3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.
4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.
5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.
https://sajiwafoundation.org/
Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281
02220504715
Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)
085174166464
Tolong Anak Guru Honorer Lawan 3 Penyakit Langka
terkumpul dari target Rp 100.000.000
