Jam satu malam, Abah Warno belum juga tidur. Tangannya yang keriput terus mengaduk adonan mie di pabrik rumahan tempat ia bekerja. Udara malam yang dingin tak mampu menghentikan langkahnya, sebab dalam pikirannya hanya ada satu hal: bagaimana caranya besok keluarga bisa tetap makan. Ia sempat berucap lirih, lebih pada dirinya sendiri, bahwa kalau tidak bekerja malam ini, istrinya dan anaknya mungkin akan kelaparan.

Ketika pagi datang, Abah pulang ke rumah kecilnya di ujung gang sempit. Di dalam, istrinya, Bu Titi, sudah terbaring lemah di kasur. Delapan tahun sudah ia berjuang dengan penyakit stroke. Abah dengan sabar memandikan, mengganti pampers, lalu menyuapi istrinya dengan lembut. Setelah itu, ia membantu anaknya, Etin, yang kini tak bisa berjalan karena polio berat. Dulu Etin masih bisa berdiri dan berjualan, tapi setelah sering terjatuh di pasar tiga tahun lalu, ia kehilangan kemampuannya untuk melangkah.

Abah hanya bisa menatap anaknya yang kini lebih sering terbaring di tempat tidur. Dalam hatinya, ia rindu melihat Etin tersenyum di depan rumah sambil melayani pembeli. Ia selalu berdoa agar anaknya bisa sembuh, setidaknya cukup kuat untuk membantu ibunya nanti. Walau kecil, harapan itu tak pernah ia lepaskan.

Usai mengurus keluarga, Abah hanya beristirahat dua jam sebelum kembali bekerja menarik becak di dekat pasar. Dengan tubuh bongkok dan nafas yang tersengal, ia tetap mengayuh becaknya di bawah terik matahari. Kadang hanya mendapat dua puluh ribu, kadang tidak sama sekali. Namun baginya, yang penting ada makanan di rumah. Ia sering berkata bahwa selama masih bisa berdiri, ia akan terus berjuang.

Sore hari, Abah duduk di depan rumahnya yang mulai gelap. Di wajahnya tersimpan banyak lelah yang tak sempat dikeluhkan. Ia takut, bukan karena usia, tapi karena bayangan hari saat dirinya sudah tak sanggup lagi bekerja. “Kalau Abah udah gak ada, siapa yang jagain mereka,” gumamnya pelan, sebelum menatap rumah kecil yang menjadi saksi perjuangannya setiap hari.

Abah Warno hanya ingin hal sederhana: melihat Etin bisa berjalan lagi, dan Bu Titi mendapatkan pengobatan yang layak. Mari bantu Abah Warno bertahan, agar kasih sayang dan ketulusan seorang ayah ini tetap jadi kekuatan bagi dua orang yang paling ia cintai di dunia.

Halo #TemanKebaikan ! 

Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)

https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news

Mengapa Sajiwa Foundation?

1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material

2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.

3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.

4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.

5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.

 https://sajiwafoundation.org/

Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281

02220504715

Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)

085174166464