Abah Baen sempat jatuh saat hidupnya porak poranda. Istri memilih pergi, sementara anaknya pun tak lagi mau peduli.

Belum selesai menahan pedih, beban lain datang menghantam. Kakaknya yang lumpuh karena stroke kini sepenuhnya bergantung padanya. Meski tubuh Abah sendiri kian rapuh, ia tetap berusaha kuat, menahan lelah demi orang-orang yang masih membutuhkan.

Dengan langkah yang sempoyongan, Abah Baen yang kini sudah berusia 75 tahun, terus berjuang memanggul pikulan berisi pisang yang beratnya puluhan kilogram. Setiap langkah terasa perih, tapi ia tetap melangkah.

Bagi Abah, pekerjaan ini bukan perkara mudah. Sejak kecelakaan beberapa tahun lalu, punggungnya tak lagi normal. Tulang yang menonjol membuat tubuhnya membungkuk tak wajar, namun semangatnya untuk bertahan hidup tak pernah ikut patah.

Hidup memang terasa berat, tapi apa daya? Tak ada siapa pun yang bisa Abah andalkan. Istri sudah lama pergi meninggalkannya, sementara anak yang dulu dibesarkan dengan kasih kini tinggal jauh dan seolah tak lagi peduli pada nasib ayahnya.

Abah tak punya jalan lain selain terus kuat. Di usianya yang renta, ia masih harus berjuang demi kakak tercinta yang sudah lama terbaring sakit karena stroke. Setiap hari, ia bekerja keras tanpa mengeluh, meski tenaganya nyaris habis hanya untuk memastikan kakaknya tetap bisa makan dan dirawat.

Abah memang punya seorang kayak, namun sudah benar-benar tak berdaya. Usianya yang renta membuatnya hanya bisa terbaring, sementara semua urusan kini ditangani Abah sendiri. Ia membantu sang kakak makan, membersihkan tubuh, sampai mengangkatnya setiap kali ingin berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Abah juga ada seorang adik yang hidup dengan keterbatasan. Matanya semakin kabur karena katarak, membuatnya tak bisa bekerja membantu sama sekali. Belum lagi ada penyakit usus yang diderita.

Sadar hanya dirinya yang masih bisa bergerak, Abah memilih tetap berjuang. Setiap pagi ia keluar membawa dagangan pisang, meski satu sisirnya hanya laku dua ribu rupiah.

Abah hanya sanggup memikul sedikit pisang setiap hari, tak lebih dari sepuluh buah. Kalau pun semua terjual, hasilnya paling sekitar dua puluh ribu rupiah. Namun sering kali, dagangannya tak habis, membuat penghasilannya semakin tak menentu.

Saat sore tiba, bukannya beristirahat, Abah kembali bekerja mengumpulkan barang bekas untuk dijual. Harga yang ia dapat pun tak seberapa, hanya seribu lima ratus rupiah per kilogram. Dalam seminggu, paling banyak ia berhasil mengumpulkan sepuluh kilogram saja. Tak heran bila Abah, kakak, dan adiknya kerap menahan lapar. Bisa makan nasi sekali dalam sehari pun sudah menjadi rezeki besar bagi mereka.

Tubuh Abah semakin rapuh, dan mungkin suatu hari nanti kakinya tak lagi sanggup melangkah. Namun meski hidupnya penuh keterbatasan, ia tak pernah meminta-minta. #OrangBaik, inilah saatnya kita membuka hati untuk membantu lansia dhuafa seperti Abah Baen yang seumur hidupnya tak pernah mengenal kata istirahat. Mari bersama meringankan bebannya dengan sedikit rezeki yang kita sisihkan.

Halo #TemanKebaikan ! 

Lihat dan rasakan kebaikan dari kamu yang #BeneranBerdampak untuk semua di link berikut ini ya:)

https://sajiwafoundation.org/publications/sajiwa-news

Mengapa Sajiwa Foundation?

1. Pendampingan yang dilakukan merupakan bentuk Integrasi Kebutuhan Material dan Non Material

2. Memiliki Objektif pendampingan SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-Bound) yang disusun berdasarkan asesmen kebutuhan penerima manfaat.

3. Dijalankan dengan prinsip pertemanan yang menyenangkan.

4. Sajiwa Foundation terdaftar dan diawasi oleh Kemenkumham, Dinsos Kota Bandung dan Dinsos Jawa Barat.

5. Setiap bulan Sajiwa Foundation melaporkan Aktivitas Program dan Laporan Keuangan bulanan di laman website.

 https://sajiwafoundation.org/

Jl. Atlas Raya No.21, Babakan Surabaya, Kec. Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat 40281

02220504715

Hubungi kami jika kamu ingin berkolaborasi lebih lanjut ke nomor resmi ini ya :)

085174166464