
Perjuangan Bu Aisah Untuk Kedua Anak Istimewanya
terkumpul dari target Rp 50.000.000
“Kalau saya dipanggil Tuhan duluan… siapa yang akan jaga anak-anak saya”
— Ibu Aisah
Di sebuah sudut desa yang sunyi, berdiri sebuah rumah sederhana dindingnya dari papan, atapnya bocor di beberapa bagian, dan hanya satu ruang utama yang menjadi tempat tidur, ruang makan, dan tempat merawat dua anak yang tak bisa ditinggal sendirian.
Di sanalah Ibu Aisah tinggal bersama dua anaknya: Maryam dan Maya. Setiap hari, ia bangun sebelum adzan subuh berkumandang. Bukan untuk beribadah semata, tapi untuk menguleni adonan donat. Bukan untuk menyambut tamu, tapi untuk berjualan demi hidup. Karena tak ada hari yang bisa dilewati tanpa perjuangan.
Anak pertamanya, Siti Maryam (36 tahun), mengidap Hidrosefalus sejak kecil. Kepalanya membesar akibat cairan di otak yang menekan saraf. Maryam hanya bisa terduduk dan tidak mampu berjalan. Ia bisa berbicara, namun suaranya tidak jelas dan kata-katanya sulit dipahami.
Meski begitu, Maryam sering memanggil ibunya dengan suara lirih dengan cara yang hanya dimengerti oleh Ibu Aisah. Itulah satu-satunya komunikasi yang ia punya. Dunia Maryam hanya seluas ruang itu, hanya sebatas pelukan ibunya.
Anak kedua, Maya (16 tahun), mengalami Microsefalus. Ukuran kepala dan otaknya kecil sejak lahir. Tubuhnya lemah, hanya bisa berpindah dengan menggunakan kedua lututnya di atas kasur. Ia tidak bisa berdiri, tidak bisa berjalan, dan tak bisa berinteraksi secara normal. Ia membutuhkan bantuan untuk segalanya makan, buang air, hingga berpindah posisi tidur.
Suami Ibu Aisah bekerja serabutan, namun jarang ada penghasilan tetap. Maka, Ibu Aisah memikul beban keluarga seorang diri.
Setiap pagi, ia menjual donat buatannya dari rumah ke rumah, atau ke pasar terdekat. Ia berjalan kaki berkilo-kilometer dengan membawa keranjang dagangan. Hujan atau panas, ia tetap melangkah, karena tidak ada pilihan lain.
“Penghasilan saya sehari paling besar Rp50.000, itu pun belum tentu habis terjual. Uangnya harus saya bagi dua: satu untuk beli makan, satu lagi untuk beli tepung dan gula buat besok jualan lagi,”
jelasnya dengan suara tenang, menyembunyikan rasa lelah yang dalam.
Di tengah kelelahan itu, ada kalanya ia harus membawa anaknya ikut berjualan, terutama saat kondisi mereka sedang tidak stabil. Maryam demam, Maya rewel, atau keduanya tidak bisa ditinggal.
"Kalau Maya sakit, saya gendong. Kalau Maryam rewel, saya bawa juga. Saya nggak bisa tinggalin mereka di rumah," ucapnya sambil menatap kosong ke lantai.
Dengan satu tangan menggandeng donat, dan tangan lainnya menopang tubuh anaknya, Ibu Aisah melangkah perlahan, lelah, tapi penuh cinta.
Tubuh Ibu Aisah kini mulai melemah. Ia sering meriang, cepat pusing, dan pegal di sekujur tubuh. Tapi berhenti bukan pilihan, karena hidup anak-anaknya tergantung padanya.
Di tengah keterbatasannya, Bu Aisah menyimpan satu impian sederhana.
Bukan tentang rumah besar, bukan pula tentang kekayaan.
Ia hanya ingin bisa tetap bekerja dari rumah, agar tak perlu lagi meninggalkan Maryam dan Maya sendirian.
Ia bermimpi memiliki warung kecil atau alat produksi sederhana untuk membuat dan menjual donat dari rumah. Agar saat anak-anaknya sakit, ia tetap bisa merawat mereka sambil tetap mencari nafkah. Agar tubuhnya yang mulai renta tidak perlu lagi memikul beban berat menempuh kilometer demi kilometer setiap hari.
"Kalau ada rezeki, saya ingin punya warung kecil di rumah. Biar saya tetap dekat sama anak-anak saya... dan mereka bisa tetap hidup layak walau saya sudah nggak kuat nanti,"
ucapnya sambil mengusap kepala Maya yang sedang tertidur di pangkuannya.
Bagi banyak orang iit mungkin keinginan kecil. Tapi bagi Ibu Aisah, itulah satu-satunya harapan yang membuatnya terus bertahan hari demi hari.
Insan Baik, Kita tidak bisa menggantikan peran Bu Aisah, tapi kita bisa menjadi bagian dari perjuangannya. Kita bisa membuat beban itu lebih ringan.
Mari kita menjadi jawaban dari doa-doa Panjang yang ibu Aisah panjatkan setiap malam dalam sunyi. Satu langkah kecil dari kita bisa mengubah hidup mereka selamanya.
Disclaimer : Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk modal usaha Bu Aisah dan penunjang kebutuhan Maya dan Mariyan. Juga akan digunakan untuk penerima manfaat dan program sosial lainnya dibawah naungan Amal Baik Insani.

Perjuangan Bu Aisah Untuk Kedua Anak Istimewanya
terkumpul dari target Rp 50.000.000