Di usia senjanya yang ke-76 tahun, Mak Irah masih setia duduk di depan sebuah ruko kosong dengan beberapa bungkus keripik pisang di depannya. Mata tuanya yang dulu begitu jernih kini sudah sangat rabun — dunia di sekelilingnya terlihat samar, tapi semangat dalam hatinya masih begitu terang.

Dulu, Mak Irah biasa berkeliling kampung menjajakan keripik dari rumah ke rumah. Dengan langkah pelan dan senyum ramah, ia menyapa setiap orang yang ditemuinya. Tapi kini, pandangannya yang kian kabur membuatnya tak lagi bisa berjalan jauh. “Kalau mak maksa jalan, suka nabrak, Nak…” ucapnya lirih sambil tersenyum.

Setiap hari, dari pagi hingga sore, Mak Irah menunggu pembeli di depan ruko sepi itu. Kadang satu-dua orang lewat membeli, kadang seharian hanya tatapan kosong yang menemaninya. Penghasilannya pun tak seberapa, hanya sekitar dua puluh ribu rupiah per hari. Namun dari uang itulah ia sisihkan sedikit demi sedikit — untuk makan, untuk bayar kontrakan kecil tempat ia dan anaknya tinggal.

Kontrakan mereka sederhana, dindingnya lembab dan atapnya sering bocor saat hujan. Biayanya tujuh juta setahun, dan Mak Irah bersama anaknya harus patungan untuk bisa terus tinggal di sana. Anak satu-satunya itu bekerja seadanya, dan kadang pulang pun sudah lelah. Namun Mak Irah tak pernah mengeluh. Ia selalu bilang, “Selagi mak masih bisa jualan, mak gak mau ngerepotin siapa-siapa.”

Meski tubuhnya lemah dan matanya hampir tak bisa melihat jelas, Mak Irah tak pernah libur. Setiap pagi, ia akan merapikan keripik-keripiknya, memanggul tas kecil, lalu menumpang beca menuju tempat biasa ia berjualan. Ongkos beca pun harus ia hitung hati-hati agar cukup untuk makan hari itu.

Namun di balik semua kesederhanaan dan keterbatasan itu, Mak Irah punya harapan besar. Ia ingin suatu hari bisa membuat keripik pisangnya sendiri — bukan lagi mengambil dari orang lain. Ia ingin punya usaha kecil, mungkin hanya di rumah, tapi hasil tangan dan rasa kreasinya sendiri. “Mak pengen punya rasa keripik yang khas… biar orang inget sama Mak,” katanya sambil menatap jauh, meski pandangannya tak lagi jelas.

Mak Irah adalah cermin keteguhan hati seorang ibu tua yang tak menyerah pada keadaan. Di balik rabunnya mata dan tubuh yang lemah, tersimpan cahaya harapan dan semangat yang tak pernah padam.

Teman Berbagi, Maukah mengulurkan sedikit bantuan untuk keluarga Mak Irah , sedikit bantuan kalian akan sangat berarti bagi Mak Irah dan juga keluarga.

Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Mak irah untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.