
Demi Hidup Abah Engkoh Terus Menjajakan Ondol
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Setiap pagi, sebelum matahari benar-benar menampakkan sinarnya, Abah Engkoh sudah menyiapkan keranjang berisi ondol dagangannya. Di usia 79 tahun, tubuhnya memang sudah tak sekuat dulu—langkahnya pelan, napasnya kadang tersengal. Namun semangatnya tak pernah surut.
Dengan penghasilan yang hanya sekitar 30-50 ribu rupiah per hari, Abah Engkoh tetap bersyukur. “Yang penting halal,” katanya lirih, sambil tersenyum di balik keriput wajahnya yang penuh cerita.

Abah tinggal di rumah sederhana yang dapur nya pun masih menggunakan tungku dan jika ingin memasak sesuatu abah pun harus mengumpulkan kayu bakar.
Di rumah nya abah tinggal bersama istrinya yang sama sudah lanjut usia dan juga anak nya yang bungsu yang kini duduk di bangku sma.
Saat di tanya di abah merasa capek atau sakit, abah pun menjawab selalu sakit kaki apabila duduk/ berjongkok oleh karna itu abah sering duduk di kursi yang tinggi agar kaki nya tetap lurus tidak terlipat dan agar tidak sakit.

Tak cuma abah yang sakit istrinya pun yang sedang di rumah sedang sakit,mereka berdua tidak pernah di periksa ke rumah sakit karna tidak memili uang.
Abah adalah tulang punggung keluarga anak nya yang lain sudah memiliki keluarga masing masing dan jarang pulang menemui nya karna jarak dan waktu, jika abah tidak keliling jualan mau dari mana anak dan istri makan ujarnya.

Di rumah istri nya hanya memasak nasi satu kilo sehari dan abah jarang kebagian nasi karna itu jika di jalan saat berjualan abah sering membawa bekal ubi rebus saja.
Saat Hujan bukan alasan baginya untuk berhenti. Saat banyak orang memilih berteduh, Abah Engkoh justru berjalan di bawah gerimis. Kadang sandal jepitnya basah dan bajunya menggigil, tapi ia tetap melangkah, menyusuri gang-gang kecil.

“Kalau saya nggak jualan, siapa yang bawa pulang uang buat makan?” begitu ucapnya sederhana. Meski letih dan renta, ia tak pernah mengeluh, karena baginya setiap rezeki sekecil apa pun adalah berkah dari Tuhan.
Di balik keteguhannya, tersimpan sebuah harapan kecil. Abah Engkoh bermimpi memiliki modal untuk membuka usaha sendiri di rumah, agar tak perlu lagi keliling menembus hujan dan panas.

Harapan abah Ia ingin punya warung produksi kecil tempat ia bisa berjualan ondol sambil duduk. “Biar saya bisa tetap kerja, tapi nggak nyusahin orang,” ucapnya pelan, matanya menatap jauh seolah melihat masa depan yang sederhana namun penuh makna.
Harapan yang tulus dari seorang kakek yang mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan soal besar kecilnya rezeki, tapi ketulusan dalam menjalaninya.
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Abah Engkoh untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.
Demi Hidup Abah Engkoh Terus Menjajakan Ondol
terkumpul dari target Rp 60.000.000
