
Lansia Berjuang Demi Cucu Cucu nya yang Yatim Piatu
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Di sebuah gang sempit di pinggiran kota, terdengar suara motor tua yang meraung pelan, membawa galon-galon air yang tertumpuk tinggi di boncengan. Motor itu bukan sekadar alat angkut—ia adalah saksi bisu dari perjuangan hidup seorang kakek bernama Pak Raji, pengantar galon air yang telah menua bersama kerasnya kehidupan.
Abah Datik telah melewati usia 62 tahun. Rambutnya memutih, kulitnya mengendur, namun tubuh renta itu tetap tegap berdiri setiap fajar menyingsing. Ia mengenakan baju lusuh dan celana yang sudah penuh tambalan, siap menyusuri jalanan demi mengantarkan air ke rumah-rumah pelanggannya. Tak peduli panas, hujan, atau jalanan licin, ia tetap setia bekerja dengan satu tujuan: memberi kehidupan yang lebih layak bagi anak-anak yatim piatu yang diasuhnya bersama sang istri,
Setiap hari, dari pagi hingga sore, Abah datik mengantar galon ke rumah-rumah pelanggan, sebagian besar dari kalangan sederhana. Penghasilan yang ia bawa pulang tak menentu—rata-rata hanya 20 sampai 30 ribu rupiah per hari. Kadang lebih rendah, kadang tak ada sama sekali. Bahkan sering kali uang hasil keringatnya habis bukan untuk keperluan rumah, tapi untuk menombok pelanggan yang kasbon, yang berjanji akan membayar "besok" namun tak kunjung menepati. Ia hanya tersenyum kecil, tidak tega menagih keras, sebab ia paham betul seperti apa rasanya hidup dalam kekurangan.
Usaha isi ulang air minum ini bukan milik abah melainkan abah bekerja kepada pemilik sebagai pengantar galon, dan apabila ada pelanggan yang ngutang abah harus menutupi itu untuk setoran ke pemilik. "Rezeki itu bukan hanya uang yang di tangan," kata Abah Datik suatu hari. "Kadang, menolong orang lain juga membuka pintu yang tak terlihat."
Di rumah sederhananya yang berdinding semen kasar dan beratap seng yang bocor saat hujan deras, Abah datik dan Istrinya tinggal bersama Dua anak yatim piatu. Mereka bukan anak kandung, bukan pula sanak saudara. Tapi semua dipanggil dengan sebutan "Nak", dipeluk dengan kasih sayang, dan dibesarkan dengan cinta yang tak pernah berkurang meski hidup selalu kekurangan.
Istri abah memasak seadanya—kadang hanya sayur bening dan tempe goreng, dan nasi panas. Tapi di meja makan kecil itu, selalu terdengar tawa dan cerita dari anak-anak. Tak ada keluhan, hanya semangat untuk bertahan.
Anak-anak itu bersekolah dengan seragam bekas sumbangan, di ujung, dan buku yang lusuh. Namun mereka tetap belajar giat, karena mereka tahu: di balik keringat dan jerih payah kakek tua yang mengantar galon setiap hari, ada mimpi besar yang ingin diwujudkan.
Abah datik tak jarang mengeluh.merasa sakit karna setiap hari tangan dan pundak nya harus memanggul galon yang berat.
Di malam hari, ia masih sempat membantu anak-anak mengerjakan PR, membetulkan motor tuanya, atau sekadar duduk di emper rumah memandangi langit, bersyukur bahwa ia masih diberi tenaga untuk terus berjuang.
"Yang penting mereka bisa makan dan sekolah. Kalau saya dan istri lapar, ya nanti malam bisa minum air hangat saja," katanya dengan senyum tulus.
Di tengah kerasnya hidup, Abah Datik berdiri sebagai lambang ketulusan yang nyaris punah. Ia bukan sekadar tukang galon—ia adalah ayah dari anak-anak yang ditinggal dunia terlalu dini, suami yang setia, dan manusia yang memilih memberi meski tak punya. Dalam tiap tetes peluhnya, tersimpan cinta. Dalam tiap putaran motornya, tersimpan harapan.
Teman Berbagi, maukah kalian membantu meringankan beban yang di pinggul abah Datik? Sekecil apapun bantuan dari kalian akan sangat berarti untuk abah Datik.
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh abah Datik untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.

Lansia Berjuang Demi Cucu Cucu nya yang Yatim Piatu
terkumpul dari target Rp 60.000.000