
Abah Penjual Kerupuk Bertahan di Tengah Lelah
terkumpul dari target Rp 60.000.000
Di sebuah gang kecil di pinggiran kota, hidup seorang kakek bernama Abah Adis, pria renta berusia 83 tahun yang setiap hari masih berkeliling menjajakan kerupuk di pundaknya. Dengan langkah pelan dan tubuh yang mulai membungkuk, ia menyusuri jalan demi jalan, berharap ada yang membeli dagangannya walau hanya satu bungkus.

Abah Adis kini hidup sebatang kara. Setahun yang lalu, istrinya meninggal dunia, meninggalkan kesunyian yang begitu dalam di hatinya. Sejak saat itu, rumah kontrakan kecil yang ia tempati terasa semakin sepi. Anaknya tak pernah menjenguk, bahkan sekadar kabar pun sudah jarang terdengar. Hanya suara angin malam dan batuk kecilnya yang menjadi teman setia di sela kesendirian.

Setiap hari, Abah berangkat pagi dengan membawa kerupuk yang digantung di tanggungannya. Meski tubuhnya ringkih, semangatnya belum padam. Dengan penghasilan hanya sekitar 15–20 ribu rupiah per hari, ia berusaha bertahan hidup. Uang itu dipakai untuk makan seadanya, kadang hanya nasi dan sambal garam.

Namun kini, kakinya sering sakit, membuatnya tak lagi bisa berjalan jauh seperti dulu. Matanya pun mulai buram, sering kali ia hampir tersandung atau jatuh karena tak jelas melihat jalan di depannya. Beberapa kali ia terjatuh di jalan, tapi tetap memaksa berdiri, menepuk-nepuk lutut tuanya, dan melanjutkan langkah dengan senyum kecil. Ia tak pernah memeriksakan diri ke dokter, karena uangnya tak cukup — dan bagi Abah, yang penting masih bisa makan dan berdagang.

Dulu, Abah Adis pernah menjalani operasi karena sering merasakan sakit saat buang air kecil. Luka dari operasi itu masih sering terasa hingga kini, tapi ia jarang mengeluh. “Sudah tua, wajar sakit,” katanya pelan setiap kali ditanya oleh tetangga.
Barang-barang di kontrakannya sebagian besar pemberian dari warga dan teman-teman baik yang iba melihat keadaannya. Dari kasur tipis, panci bekas, sampai kursi plastik, semuanya hasil tangan-tangan yang peduli. Di tengah keterbatasan itu, Abah masih punya sebuah harapan kecil yang membuatnya bertahan setiap hari:
> “Abah pengen buka warung kecil di depan kontrakan… jual mainan sama makanan, biar gak keliling lagi. Abah udah gak kuat jalan jauh.”

Harapan itu sederhana, tapi begitu besar artinya bagi Abah Adis. Ia ingin bisa tetap berjualan, tapi dari rumah, agar tak perlu lagi bertarung dengan sakit di kakinya dan penglihatannya yang kian memudar.
Di usia senjanya, Abah Adis bukan hanya berjuang untuk bertahan hidup — tapi juga untuk menjaga sisa-sisa semangatnya, agar tak padam di tengah gelapnya kesendirian. Karena meski raganya lemah, hatinya tetap kuat memeluk harapan, sekecil apa pun itu.
Disclaimer: dana yang terkumpul akan di gunakan oleh Abah Adis untuk kebutuhan sehari-hari,modal usaha,dan untuk mendukung penerima manfaat lainya di bawah naungan YAYASAN LENTERA PIJAR KEBAIKAN.
Abah Penjual Kerupuk Bertahan di Tengah Lelah
terkumpul dari target Rp 60.000.000
