Bahagiakan Lansia Dhuafa Di Hari Tua
terkumpul dari target Rp 100.000.000
Dua Bersaudara
Mak Isah (76) dan Abah Maman (65) adalah kakak beradik lansia yang tidak pernah berkeluarga. Mereka tinggal di rumah peninggalan orang tua yang sudah usang di Desa Cimaung, Kab. Bandung.
Rumahnya beralaskan semen, tidak terurus, berantakan, bau dan terasa kumuh. Pompa airnya pun sudah rusak karena konslet sejak 8 tahun lalu. "Nyuci, mandi dan kakus pun ga ada air, jadi tiap malam Abah harus ngambil dari masjid," ungkap Abah Maman.
Mak Isah sudah 8 tahun mengalami dislokasi tulang hingga mengalami kelumpuhan. Abah Maman pun sudah mulai sulit jalan dan tubuhnya bergetar tidak karuan. Untuk makan mereka hanya mengandalkan pekerjaan Abah Maman sebagai buruh kuli pacul, itupun jika ada panggilan. Selebihnya mengandalkan pemberian tetangga.
Demi 20 Ribu, Tunanetra Jualan Puluhan Kilometer
Pak Ma’ad (61) adalah penyandang tunanetra yang sehari-hari menjual snack keliling bersama istrinya, Bu Sunati (55). Mereka berjalan kaki keliling kampung sejauh puluhan kilometer, namun penghasilan yang didapat hanya sekitar 10 – 20 ribu per hari.
Sambil berpegangan tangan pada Bu Sunati, mereka harus melewati hutan lebat, medan yang berat, semak belukar, dan bukit yang terjal. Kurangnya penghasilan, membuat mereka kesulitan mencukupi kebutuhan hidup, apalagi anak semata wayangnya masih duduk di bangku SMK.
Mereka tinggal di Dusun Krajan, Situbondo di rumah yang tidak layak huni. Tembok dan atapnya banyak yang rusak, bangunannya sudah rapuh, dan tidak ada MCK. Untuk mengambil air harus menempuh jarak puluhan kilometer, dan aliran listrik masih numpang di tetangga.
Tukang Sampah Lansia
Keliling kampung mencari sampah, mengambil satu persatu dengan tangan, sudah menjadi pekerjaan Abah Tarwan (69) untuk bertahan hidup meskipun jalannya sedikit pincang.
Abah menjual sampah yang dikumpulkan dan mendapat upah Rp20.000 per hari. Uang itu kadang tak cukup untuk makan, karena abah harus menyisihkan juga untuk bayar kontrakan.
Abah Tarwan tinggal di kontrakan 2x2 meter dengan harga sewa Rp300.000 per bulan, dan sudah 2 bulan menunggak. Setelah istrinya meninggal dunia, Abah hidup seorang diri tanpa anak ataupun saudara.
Lansia Rawat Anaknya yang Lumpuh Seorang Diri
Lahir dalam kondisi lumpuh, Pak Dian Kusmana (40) sulit bergerak. Sudah lama sekali ia ditinggal pergi ayahnya dan kini hanya tinggal bersama ibunya, Mak Eti (62).
Mak Eti lah yang menjadi tulang punggung keluarga dengan mencari rumput dan kayu bakar dengan penghasilan Rp30.000 per hari.
Namun sejak tahun 2021, Mak Eti jarang bekerja karena sering sakit-sakitan. Terkadang Mak memaksakan diri bekerja meski sedang sakit, karena jika tidak bekerja, Mak dan Pak Dian sulit makan.
Hidup di hari tua dengan penuh kesulitan bukanlah hal mudah. Mereka tak bisa aktif seperti dulu saat muda. Kondisi ekonomi seperti mencekik mereka, padahal harapan di hari tua mereka adalah bisa hidup aman dan sejahtera, tanpa harus memikirkan besok bisa makan atau tidak.
Program Berbagi Bahagia untuk Lansia Dhuafa adalah salah satu solusi untuk membantu para lansia yang kekurangan dan sangat membutuhkan bantuan dari segi kesehatan, ekonomi, infrastruktur, dan kebutuhan pokok sehari-hari.
Yuk jadi ‘Pengabdi Sedekah’ mulai saat ini juga!
Disclaimer: Donasi akan disalurkan untuk para lansia dhuafa yang membutuhkan.
Bahagiakan Lansia Dhuafa Di Hari Tua
terkumpul dari target Rp 100.000.000