Di sudut kota yang jarang tersorot, tepat di balik tumpukan barang bekas dan jalanan sempit, tinggal seorang pria tua penuh keteguhan hati-Pak Sutrisno. Sejak tahun 1978, beliau telah mengais rejeki dari barang-barang bekas, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain, berharap ada sisa nilai dari apa yang orang lain buang.

Kini usia telah renta, tubuhnya sering digerogoti serangan asma yang membuatnya terbatuk dan terengah saat mendorong gerobak tuanya. Ia tinggal di sebuah gubuk reot yang nyaris roboh, berdinding kayu lapuk dan atap yang bocor bila hujan turun. Sejak kepergian sang istri tercinta yang wafat karena sakit, Pak Sutrisno menjalani hidupnya seorang diri-tanpa keluarga, tanpa sandaran.

“Kadang cuma bisa duduk lama kalau asmanya kambuh. Tapi saya tetap keluar nyari barang, kalau enggak, besok enggak makan,” ucapnya pelan, sambil mengelus kucing liar yang setia menemaninya saat istirahat.

Ya, kucing-kucing yang dibuang orang di dekat tempat sampah, justru ia pelihara dengan kasih sayang. Di tengah kerasnya hidup, Pak Sutrisno tak kehilangan empatinya pada makhluk yang lebih lemah.

Pernah suatu ketika, ia bahkan diusir oleh bos pengepul tempat biasa ia menjual barang bekas. Tanpa alasan jelas, tanpa tempat lain untuk mengadu, Pak Sutrisno hanya bisa menunduk dan mendorong gerobaknya pergi. Namun ia tak menyimpan dendam, hanya rasa lelah yang ia tutupi dengan senyuman tipis.

“Saya enggak butuh dikasihani. Cuma pengen bisa hidup wajar, makan cukup, enggak kehujanan kalau tidur,” ujarnya perlahan, matanya menerawang jauh.

Kini, di usia senja dan dengan kondisi kesehatan yang terus menurun, Pak Sutrisno tetap berjuang. Tapi ia tak bisa sendiri. Mari kita ulurkan tangan, bantu Pak Sutrisno agar bisa tinggal di tempat yang layak, mendapatkan pengobatan yang memadai, dan tetap bisa merawat kucing-kucing kecil yang menjadi temannya sehari-hari.

Setiap donasi dan doa Anda adalah harapan baru bagi beliau. Semoga kebaikan Anda menjadi cahaya dalam perjalanan hidup Pak Sutrisno yang penuh perjuangan.