Setiap harinya, Abah Abdul tak henti-hentinya memanjatkan doa demi menafkahi keluarganya di kampung. Itulah sepenggal cerita tentang kisah hidup Abah Abdul, sang penjual kerupuk.

Abah Abdul rela hijrah dari kampung halamannya ke kota demi mengais rezeki, karena di kampung masih ada seorang anak yatim, yaitu cucunya, yang menunggu kepulangan Abah. Abah Abdul menggantikan posisi almarhum anaknya demi menafkahi cucunya tersebut. Cucu Abah sekarang sedang pesantren di kampung halamannya, dan Abah tak ingin cucunya merasa terlantar atau kelaparan di pondok pesantren tersebut.

"Biar Abah saja yang kelaparan di sini, yang penting cucu Abah bisa tenang bersekolah demi masa depannya," ujar Abah sambil menahan tangis.

Rupiah demi rupiah Abah Abdul kumpulkan setiap hari demi bisa mengirim uang untuk keperluan sekolah dan makan cucunya. Namun, sangat miris karena Abah Abdul hanya mengandalkan berdagang kerupuk, penghasilan yang setiap harinya tidak menentu membuat Abah bingung.

Setiap harinya, Abah Abdul berjalan belasan kilometer demi mendatangi pelanggan-pelanggannya. Namun, terkadang tidak semua pelanggannya membeli kerupuk Abah Abdul. Penghasilan per hari Abah Abdul tidak menentu, terkadang Abah bisa mendapatkan keuntungan 50 ribu rupiah, itupun kalau dagangannya laris. Belum lagi, Abah harus menyisihkan uang untuk cucunya.

Abah Abdul tinggal di pabrik kerupuk, karena lumayan bisa mengirit daripada harus membayar sewa di kota yang cukup mahal. Harapan Abah adalah membuka warung kecil-kecilan di kampung halamannya, agar bisa dekat dengan cucunya serta memberikan kehidupan yang layak untuk cucunya tersebut.

Abah cerita sangat ingin punya warung di kampungnya supaya tidak berat memikul beban dan masa depan cucunya yang lebih baik.

Saat ini, hati abah sangat pilu bagaimana ia kedepannya? Yuk sisihkan sedikit rizki kita untuk bantu abah punya warung di rumah.