Keadaan pandemi ini bukan lagi masalah satu golongan tertentu, hampir semua kalangan merasakan dampaknya baik langsung maupun tidak. Tidak terkecuali teman-teman tunanetra yang tambah kesulitan dengan pilihan pekerjaan yang sangat terbatas.

“Orang-orang taunya kami yang buta ini kerjanya cuma 3P; Pijat, Pengamen, dan Pengemis. Di tengah pandemi ini semua menjerit dan menderita Mas. Hari-hari hanya berharap uluran tangan dan pemberian dari Orang Baik” Ujar Pak Heru, seorang kordinator Paguyuban Tunanetra Muslim Purwakarta.

Pak Heru mengumpulkan teman-teman dengan nasib yang sama di area Purwakarta untuk mengadakan acara bulanan. Hampir semua tunanetra di paguyuban tersebut bekerja sebagai tukang pijat. Namun semua juga kehilangan pekerjaannya karena selain memang dilarang, tidak ada konsumen sama sekali. Sehingga saat ini Pak Heru mencoba jualan beras merah dan ketan di pinggir jalan.

Tidak berbeda jauh, Pak Soleh, seorang penggerak komunitas tunanetra Pondok Gede juga merasakan hal yang kurang lebih sama. "Saya dan teman-teman yang berjualan kerupuk biasanya menjual 20 sampai 30 bungkus setiap harinya. Saat seperti ini hanya mampu menjual 10." Pak Soleh bercerita dengan raut sedih.

Pak Soleh bersama 18 orang teman tunanetra di komunitas mendapat penghasilan dari berjualan kerupuk dan menjadi tukang pijat. Pekerjaan sebagai tukang pijat tentu tidak dapat dilakukan sehingga mereka benar-benar kehilangan penghasilan. Sedangkan penjual kerupuku juga terancam dengan penjualan yang makin sedikit dan pabrik yang tidak mau lagi mengantarkan, padahal jarak sangat jauh.

Masih banyak cerita-cerita lain dari teman tunanetra di seluruh penjuru Indonesia. Di tengah kesulitan dan keterbatasan, mereka tidak ingin menyerah begitu saja dengan keadaan. Sahabat, teman-teman tunanetra ini layak kita bantu karena mereka sudah berusaha sebisa mereka, mungkin kitalah perantara rezeki hasil dari usaha-usaha mereka.

Klik DONASI SEKARANG dan jangan lupa sebarkan kisah ini.