Beliau adalah Mbah Kasiyem (57) di usianya yang beranjak senja selayaknya beliau menikmati sisa umur yang Tuhan berikan padanya dengan penuh kebahagiaan. Namun takdir berkata lain, sejak berpisah dengan suaminya pada tahun 1985 silam, beliau hidup berkelana bersama 2 orang anaknya dari satu kontrakan ke kontrakan lain untuk sekedar berteduh dari terik dan hujan.

Wanita kelahiran Wonogiri tahun 1963 tersebut sempat berjualan jamu gendong untuk bertahan hidup di tengah kesulitan yang beliau jalani pasca berpisah dengan suaminya. Terutama untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membayar uang kontrakan sebagai tempat tinggal. Namun usaha tersebut tak bertahan lama akibat habisnya modal.

Beranjak dewasa anak pertamanya pun berumah tangga dan dikarunia 3 orang anak. Namun takdir berkata lain anak pertamanya pun harus merasakan hal yang sama dengan Mbah Kasiyem, ia berpisah dengan suaminya dan kini menyandang status seorang janda.

Alhasil 15 tahun silam untuk mengobati luka, anak pertama Mbah pun pergi merantau mengadu nasib di pulau Kalimantan. Ia bekerja menjadi seorang pembantu rumah tangga dengan gaji tak seberapa untuk menghidupi ketiga anaknya yang kini dititipkannya pada Mbah Kasiyem.

Untuk bertahan hidup sehari hari dan membayar uang kontrakan sebesar 400ribu perbulan serta membantu membiayai sekolah ketiga cucunya. Mbah Kasiyem bekerja sebagai pemulung barang bekas dan rongsokan.

Beliau sering memulung barang barang rongsokan dari sepanjang pantai teluk Semaka Kotaagung Kabupaten Tanggamus, Lampung.

Barang-barang rongsokan tersebut dikumpulkannya dirumah kontrakan kecil berdinding papan lagi kumuh yang sudah dihuninya bertahun tahun.

Rongsokan tersebut dijualnya setiap seminggu sekali dengan harga 150ribu.

Mbah Kasiyem memiliki mimpi memiliki rumah sendiri walaupun kecil supaya tidak mengontrak lagi dan hasil dari usaha memulungnya bisa beliau gunakan untuk kebutuhan lain.

Yuk wujudkan mimpi Mbah Kasiyem dengan ikut berdonasi.

Klik "Donasi Sekarang" dan berikan donasi terbaikmu.