
Hari Anak Nasional Mari Bantu Yatim Dhuafa Raih Mimpi
terkumpul dari target Rp 50.000.000
Hari Anak Nasional yang diperingati setiap tanggal 23 Juli, merupakan momen yang tepat untuk kita refleksikan tentang pentingnya pemenuhan hak anak, termasuk hak atas pendidikan. Masih banyak anak yatim dhuafa di Indonesia yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan dan perlengkapan belajar yang layak.
Salah satunya kisah dari dek Hasan (13 thn). Di thn 2018 ayah Hasan meninggal dunia karena sakit.
Hasan yang kini kelas 6 SD, mempunyai inisiatif untuk membantu Ibu nya berjualan dengan berjualan keliling, setiap hari sepulang sekolah dia langsung mengganti baju dan membawa dagangan nya berjalan berkeliling menyusuri kampung. Dengan seringnya berjualan keliling membuat Hasan memiliki teman yang banyak.
Setiap hari Hasan membawa pulang 20-30 rb rupiah dai hasil jualan nya, “Alhamdullilah Hasan sangat membantu karena warung terkadang sepi, dia anak yang soleh dan rajin” ujar Ibu nya sambil terharu.
Setelah berjualan Hasan pergi ke masjid untuk mengaji, di usia yang masih belia Hasan sudahl ancar membaca Al-Qur’an. Selain pintar mengaji dia pun suka bernyanyi dan tergabung di tim Nasyid di masjid nya.
Adapun cerita dari Aldi dan Aldo (16th) kaka beradik kembar ini sering membantu Ayah nya mencari nafkah. Mengingat Ibu nya sudah meninggal sejak lama, kini Aldi dan Aldo tinggal bersama Ayah dan adiknya yang masih berusia 8 tahun.
Setiap pulang sekolah kaka beradik ini pergi berjualan semangka keliling di kampung nya. Dan membantu ayahnya bekerja di peternakan Sapi. Tak
jarang keduanya menyempatkan belajar saat berdagang. Hasil berjualan semangka tidak banyak, tapi setidaknya sedikit membantu demi bekal di sekolah.
Kedua kaka beradik ini juga cukup berprestasi di sekolahnya “kita berdua ikut ekstrakulikuler futsal, silat sama mawaris, pernah juara 1 silat sama juara 1 futsal” ucap Aldo. Setiap hari mereka harus berjalan selama satu jam untuk bisa bersekolah, karena uang yang didapat hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
Dan kisah terakhir ada Hadi yang masih berusia 9 tahun, sejak umur 2 bulan sudah di tinggalkan sang ayah selama lamanya. Ia belum pernah melihat sosok seorang ayah, dan sekarang hanya hidup berdua bersama sang Ibunya di gubuk kecil di pedalaman kampung.
Hadi setiap hari berangkat ke sekolah jalan kaki dengan waktu tempuh 30 menit, berangkat jam 6 pagi dan sampai ke sekolah jam 07:30. Tidak seperti anak pada umumnya pulang sekolah langsung pergi main, Hadi justru harus berjualan kecimpring untuk bekal besok ke sekolah.
“Aku kalo pulang sekolah suka sambil jualan, sekalian ke arah rumah, jalan sendiri siang hari, kadang suka istirahat dulu di pinggir jalan karna cape. Aku kerumah paling suka bawa uang 10rb, pernah juga ga dapet uang” ucap Hadi. Sesampainya di rumah, Ia bergegas untuk pergi mengaji, dan juga ikut kerja Bersama ibunya yang sehari-hari hanya bekerja menjadi buruh tani.
Sahabat kebaikan, Kisah inspiratif dari anak yatim dhuafa yang berprestasi diatas, menjadi pengingat bahwa keterbatasan bukan berarti penghalang untuk meraih impian. Di balik kisah mereka, terdapat tekad yang kuat, kerja keras yang tiada henti, dan semangat pantang menyerah. Mereka telah menunjukkan kepada kita bahwa dengan tekad dan kerja keras, segala rintangan dapat dilewati dan cita-cita dapat diraih.
Kisah mereka juga menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa kita harus selalu bersyukur atas apa yang kita miliki dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi tantangan. Mari kita jadikan kisah inspiratif ini sebagai motivasi untuk terus berbuat baik dan membantu sesama yang membutuhkan.
Disclaimer: Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk keperluan alat sekolah dan biaya pendidikan, serta untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Selain itu akan digunakan untuk implementasi program dan para penerima manfaat lainnya dibawah naungan yayasan Global Sedekah Movement.


Hari Anak Nasional Mari Bantu Yatim Dhuafa Raih Mimpi
terkumpul dari target Rp 50.000.000